Tak Berkategori

Mencintai Rupiah Itu Dimulai Dari Diri Sendiri

20374627_1456542811096290_5779194126118751005_n

Sore itu aku dan ibuku baru saja membuka dagangan di pasar kakilima Sungai Guntung. Matahari saat itu dengan gagah menyengat bumi. Setelah selesai berkemas dagangan yang akan kami jual, aku dan ibuku duduk bersandar dikursi sembari menunggu pembeli berdatangan. Selang beberapa menit, bola besar kemerahan yang berada diufuk barat perlahan-lahan tumbang, membuat suasana lebih damai dan tenang.

Di saat kami duduk di kursi berwarna hijau menunggu pembeli, kami melihat para penunggang roda dua lalu lalang. Di antara salah satu penunggang roda dua itu mampir di depan dagangan kami. Aku pun seketika berdiri dan masuk ke gerobok tempatku membuat kuliner yang kujual.

“Kebab spesialnya satu bang” kata pembeli tadi memesan.

 

“Pedas bang?” Tanyaku padanya.

 

Ia hanya mengangguk tandanya setuju.

 

Aku pun membuat pesanannya. Setelah pesanannya selesai kubuat dan kubungkus, aku pun memberikan pesanannya tadi, “ini bang,” kataku padanya sambil menyodorkan Kebab spesial pesananya tadi.

IMG_0052

Dia pun mengambil pesanannya dan menyodori uang tujuh belas ribu rupiah padaku. Uang pecahan sepuluh ribu, lima ribu dan dua koin uang berbahan logam pecahan seribuan. Kuterima dengan ucapan syukur dan kemudian aku memandang wajah pembeli tadi, “Pantas” kataku dalam hati, “sepertinya bukan orang sini”. Pembeli itu pun membalikkan badan dan kembali pulang. Aku masih berdiri di dalam gerobokku sembari memegang dua koin pecahan seribuan tadi dan berkata dalam hati, “Kalau orang tadi asli orang sini, pasti ia sudah tak menggunakan uang ini” kataku tersenyum

 

Ya begitulah, di Sungai Guntung tempatku tinggal, uang berbahan koin sudah sulit ditemukan. Bahkan anggapan orang di tempatku uang logam tak bisa dijadikan alat sah jual beli. Yang sah hanya uang berbahan kertas saja. Mungkin hal ini kedengaran aneh bagi kalian yang berada di tempat-tempat lain yang masih menggunakan uang koin. Tapi di Sungai Guntung, hal itu sudah menjadi tradisi, bagi mereka uang berbahan koin tak layak untuk dijadikan alat sah jua beli, tak laku untuk dibelanjakan.

 

Mengenai hal itu pernah kualami sendiri dan akan aku ceritakan di sini. Waktu itu aku telah lupa tepatnya hari apa dan tanggal berapa, tapi aku masih ingat kejadiannya. Saat aku berbelanja di sebuah minimarket di Sungai Guntung, aku membayar dengan uang koin karena beberapa hari sebelumnya aku dapati banyak uang koin saat aku berkunjung ke kota Batam. Dan saat aku menggunakan uang itu untuk berbelanja dan ketika kusodorkan uang koin itu ke kasir minimarket tempatku berbelanja, petugas kasir itu serta merta berkata dengan seakan tanpa dosa, “maaf uang ini tak laku bang,” katanya memberitahu.

 

Aku yang mendengar Hal itu sontak berkata, “siapa bilang uang ini tak laku,” kataku menegaskan “uang logam ini kan resmi dikeluarkan langsung dari Bank Indonesia dan dijamin oleh negara sebagai alat tukar yang sah”

 

“Iya bang” katanya menjawab, “tapi memang dari dulu tak ada lagi pembeli yang menggunakan uang ini, kami pun tak pernah mengembalikan uang kembalian dengan uang koin”

 

Ya, aku tahu uang logam memang tak banyak digunakan di tempatku tinggal, tapi mengatakan uang ini tidak laku dan tak sah untuk dijadikan alat jual beli tentu adalah hal yang salah kan? Kalian pun pasti setuju. Jelas sekali bahwa uang koin dibuat pemerintah adalah untuk alat tukar dan resmi dikeluarkan oleh negara untuk memudahkan warganya dalam bertransaksi.

 

Mendengar alasan kasir tersebut, aku hanya mengangguk dan berkata karena tak ingin berdebat panjang, “oooo begitu, ya sudahlah” kataku sambil mengambil uang logamku tadi dan mengambil uang berbahan kertas disaku celana kananku dan membayar tagihanku. Saat itu juga aku katakan padanya, “uang ini bukan tak laku, dik” kataku, “uang ini sah bahkan dilindungi negara. Sangat salah bila ada yang mengatakan bahwa uang ini tak laku dan tak sah untuk alat tukar jual beli.” Setelah menyampaikan itu aku lihat wajah kasir itu merah padam dan aku pun pergi meninggalkan tempat karena tak ingin berlama-lama.

 

Nah, dua hal di atas adalah contoh pengalamanku tentang cinta rupiah. Mungkin begitulah cara sederhanaku mencintai rupiah. Meski di tempatku ada banyak yang mengatakan uang berbahan logam tak laku, aku tetap mengatakan dan menyakini uang itu laku. Dan, aku dengan rela hati menerima uang logam bila ada yang berbelanja di tempatku dengan uang logam meski di tempatku banyak yang bilang uang itu tak laku. Toh, uang itu masih bisa aku gunakan di tempat lain bila aku berkunjung ke kota-kota besar.

 

Kawan, kita sebagai bagian dari  warga negara Indonesia, tentu mencinta rupiah adalah bagian dari rasa nasionalisme kita. Sebab rupiah itu adalah salah satu identitas bangsa kita. Ya, identitas bangsa kita. Artinya rasa nasionalisme itu bisa kita tunjukkan dengan hal-hal yang kecil. Seperti mencintai rupiah, bangga dengan alat tukar jual beli kita, dan menjaga, mengakui, merawat dan menggunakan rupiah yang kita punya dengan baik.

 

Ternyata, untuk menunjukkan cinta rupiah itu banyak caranya. Paling tidak ada beberapa cara untuk mencintai rupiah. Nah, menurut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), mencintai rupiah bisa dengan berbagai cara. Misalnya, tidak melipat uang yang kita miliki apalagi meremas-remasnya, tidak disteples, tidak dicoret-coret, tidak memegang uang ketika tangan masih basah. Itu cara sederhana yang pasti bisa kita lakukan. Bila ingin menunjukkan cinta rupiah. Maka mulailah dari diri sendiri, karena cara terbaik untuk mencintai rupiah adalah dimulai dari diri sendiri.

IMG_8870

Yuk, mari kita mulai dari diri sendiri untuk mencintai rupiah. Seperti yang disampaikan LPS, Tidak melipat dan meremas-remas uang, tidak mensteples uang, tidak mencoret-coret uang, tidak memegang uang ketika tangan masih basah, dan kita bangga dengan mata uang kita.

 

Terakhir, untuk mengakhiri tulisan ini, aku ingin mengingatkan kembali atas ajakan presiden Jokowi pada 19 Desember 2016 lalu dalam acara peluncuran rupiah baru di Bank Indonesia, Jakarta. Beliau katakan, “Saya mengajak insan tanah air untuk terus mencintai rupiah dengan cara nyata. Selalu menggunakan rupiah dalam setiap transaksi keuangan dalam negeri dan menyimpan tabungan dalam bentuk rupiah,”

 

Yuk, mencintai rupiah dengan cara nyata. Kita mulai dari diri sendiri, setelah itu tebarkan virus cinta rupiah itu kepada orang-orang terdekat kita.

 

Mencintai rupiah, tanda kita mencintai bangsa.

 

 

Sumber Gambar : Foto koleksi Pribadi di IG

Tak Berkategori

Langkawi, sungguh tak puas rasanya karena hanya setengah hari

“Bang Aguk, Bang Aguk, bangun. Pergi yok” kata adikku sambil menggoyangkan badanku berulang-ulang agar aku bangun dari tidur nyenyakku.

“Bangunlah jalan kita”, kata adikku sekali lagi. Aku pun mengucek-ngucek mataku beberapa kali dengan punggung tanganku setelah berhasil bangun.

“Mau ke mana?” Tanyaku penasaran setelah duduk, karena memang hal ini belum kami rencanakan sebelumnya.”Ikut sajalah” kata adikku menjawab cepat.

Aku, Daus, Rahman dan Bang Muhammad Yunus langsung menaiki Mobil Sedan berbodi dongker yang memang telah dipesan mereka. Mereka bertiga memang telah mencari informasi dan bersepakat untuk menyebrang Keddah-Langkawi. Aku yang menikmati tidur tak tahu rencana mereka bersyukur karena diajak dan dibangunkan. Setelah aku mencuci muka dan bersiap-siap, aku bergegas menaiki mobil yang sudah terparkir di depan tempat kami menginap. Kami semua telah berada di dalam mobil itu, dan saat itulah aku baru tahu kalau kami berempat mau ke pulau “Langkawi”

Singkat kata kami sampai di Pelabuhan Ferry Terminal Kuala Keddah. Di sana kami mengambil ticket Kuala Keddah menuju Langkawi dengan Boarding Code KL1300 pukul 1:00 PM dengan nomor kursi 134, 135, 136, 137 untuk empat orang. Dari Kuala Keddah menuju Langkawi kita hanya dikenakan RM 23.00 / orang. Tak lupa, di dalam Ferry yang cukup besar itu aku menjepret empat ticket yang Kami gunakan dan langsung mengunggah di IG storiku. Kurang lebih satu jam setengah diperjalanan kami pun sampai ke Pelabuhan Ferry Langkawi. Ya, kami sampai di pulau Langkawi. Alhamdulillah.

  
Sesampainya di pelabuhan Ferry Langkawi, kami langsung mengabadikan momen di sebuah tulisan, “Selamat Datang Ke Langkawi”. Setelah itu kami melihat-lihat di sekitar dan membeli gantungan kunci berlambang Elang dan tulisan Langkawi untuk buah tangan. Keluar dari area pelabuhan kita akan menemukan ikon dari Pulau Langkawi di Eagle Squard, sebuah tempat yang menampilkan Elang besar yang sedang mengepakkan sayap dengan gagah. Di sana telah ramai orang berkunjung dan mengabadikan momen. Di antara banyak orang itu termasuklah kami berempat. Setelah puas mengabadikan momen kami mencari mushola untuk shalat, menunaikan kewajiban sebagai hamba Tuhan.

  
Selesai shalat kami mencari mobil sewaan untuk berjalan-jalan di Pulau Langkawi. Saat itu kami tahu bahwa jatah kami tidaklah lama di pulau Langkawi dan hanya memiliki waktu sebentar saja karena sore hari kami harus pulang dikarenakan besok subuhnya kami akan kembali pulang berangkat bersama rombongan “Marola Botting” atau pengantar pengantin dari Keddah-Kuala Lumpur-Pontian, Johor. 

  
   
   

Kami mencari Mobil sewaan dan menawar harga serta mencari tempat yang akan kami tuju. Dan, dalam pencarian itu kami menemukan seorang lelaki bertopi putih, berbadan tegap yang beberapa menit kemudian kami mengenal namanya adalah Bang Zain, seorang supir yang ramah dan baik yang siap mengantar kami pergi dan pulang selama dalam rentang waktu 4 jam sekaligus rela menunggu kami berjalan-jalan. Setelah perundingan dan tawar-menawar sepakatan kami dengan Bang Zain adalah membayar senilai RM.100.00.

   
   
Mengingat memiliki waktu yang tak lama, pilihan tempat yang akan kami tuju saat itu adalah Kilim River dan pusat perbelanjaan Langkawi. Perjalanan dari pelabuhan Ferry menuju Kilim River memakan waktu sekitar setengah jam. Di perjalanan Bang Zain memberikan informasi dan dengan sangat antusias menjawab pertanyaan yang kami lontarkan padanya. Saat kami sampai di Kilim River, kami langsung menggunakan paket tour wisata mangrouve dengan menggunakan Spead boad JMT Boating Service selama satu jam dengan membayar RM.250.000.

   
    
 Yang menemani kami menyusuri sungai adalah seorang lelaki yang murah senyum dan memberikan layanan yang memuaskan, mau menjawab dengan antusias pertanyaan kami yang memang banyak tanya karena baru kali pertama ke Langkawi. Namanya Bang Asri berumur 44 tahun, sudah bekerja membawa penikmat nuansa alam Kilim River selama 12 tahun, ia orang asli Langkawi tahu seluk-beluk daerah Kilim River.

  
  
Selama satu jam ada empat tempat yang kami kunjungi. Awal perjalanan menggunakan Spead boat kami memasuki hutan Mangrove dan memasuki Gua Kelelawar, rombongan kami menyewa sebuah lampu senter seharga RM.1.00. Saat memasuki dalam gua, ada bau yang tak sedap menyehat hidung tapi ada sensasi yang dahsyat saat dapat melihat dalam gua yang di atas gua itu bergelantungan banyak kelelawar.

   
 Selesai memasuki Gua Kelelawar kami lanjutkan menaiki spead boat untuk ke sebuah restaurant yang di sana juga terdapat keramba yang berisi ikan-ikan besar dan bermacam-macam, ada juga bermacam-macam binatang laut. Beberapa menit kami di sana, temanku ikut memberi makan Ikan Pari Bakau dan Pari Harimau yang memang sudah dibuka giginya sehingga tidak lagi mampu menggigit tangan yang memberikan makanan. Di sini kami juga ditawari untuk makan yang lauknya langsung ditangkap di sungai. Tapi mengingat waktu dan uang di dompet yang telah menipis terpaksa kami urungkan.

   
 Selesai mengabadikan momen dan puas melihat ikan-ikan, kami kembali menggunakan Spead boat untuk melihat sekumpulan Elang yang menjadi ikon Langkawi. Di tengah sungai itu Kami berhenti beberapa menit melihat sekawanan Elang memangsa ikan yang memang sudah di siapkan. Pada saat itu juga kami melihat satu rombongan yang juga menggunakan spead boat dengan masing-masing di tangan mereka memegang kamera besar untuk mengambil gambar Elang.

   
 Tempat tujuan terakhir kami adalah Gunung Kawi yang di punggungnya terdapat tulisan Kilim Geoforest Park. Di sini kami berhenti agak lama mengabadikan moment dengan backround tulisan itu. Kilim Geoforest Park ini di ujung laut, tempatnya sangat indah dan menarik. Bang Asri pun mengatakan bila kalian beruntung kalian akan dapat melihat ikan lumba-lumba terbang.

   
    
    
    
 Selesai mengunjungi dan mengabadikan moment di empat tempat tersebut, kami pun kembali pulang ke tempat kami pertama berangkat. Lalu kami lanjutkan ke pusat perbelanjaan Langkawi membeli apa yang ingin kami beli juga tentu sesuaikan uang di kantong celana. 

Ah Langkawi, sungguh tak puas rasanya karena hanya setengah hari. Langkawi tempat yang indah, memanjakan mata, bikin penasaran, bikin betah dan sekali memgijakkan kaki ke Langkawi rasanya ingin kembali lagi. Dan, inilah perjalanan pertamaku ke Luar Negeri, ke Negara tetangga Malaysia. Dan, banyak hal yang kusyukuri, salah satunya karena aku juga dapat menginjakkan kaki ke pulau Langkawi. Banyak yang telah ke Malaysia tapi banyak pula yang belum sampai ke Langkawi. Teman baruku yang lahir dan menetap di Malaysia selama 18 tahun pun ternyata baru pertama ke Langkawi bersama Kami.
Malaysia, 26 Desember 2017

Selesai di tulis di atas Bas Persiaran, cuti-cuti Malaysia. Dari Keddah menuju Kuala Lumpur lanjut Pontian Johor.
Di mana kakiku mengijak, di situ aku menulis.

Di mana ada pengalaman baru, saat itu tulisanku memgalir.

Tak Berkategori

Sepucuk Surat Untuk Membela Indonesia di Tahun 2018 : “Menjiwai Semangat Kerja Keras Pahlawan Merah Putih”

bahan cover
“Setiap bangsa pasti punya pahlawan. Hanya mereka yang bisa menjiwai mental para pahlawannya yang akan meraih prestasi-prestasi gemilang”
Ujar Madam Verenka dalam Ayat-Ayat Cinta 2 hal 360, karya Habiburrahman El-Shirazi

 

Hormatilah tinggi-tinggi para pahlawanmu,

Otomatis akan kau jaga harga diri bangsamu,

Jiwailah semangat para pahlawan yang tak pernah berhenti berjuang,

Maka akan kau raih prestasi-prestasi gemilang,

(Agusman17An)

 

“Bendera Indonesia memiliki makna filosofi. Merah berarti keberanian, putih berarti kesucian. Merah melambangkan raga manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan jiwa dan raga manusia untuk membangun Indonesia” begitulah arti warna Bendera Indonesia tertulis dalam Wikipedia.

Semangat para pahlawan bangsa adalah semangat Merah dan Putih.

Merah berarti keberanian. Ya, bangsa ini merdeka karena para pejuang yang berani. Berani merdeka, berani mati dan berani mengorbankan segala yang ia punya. Keberanian yang mereka punya adalah tanda mereka cinta kepada tanah air Indonesia. Tanpa keberanian yang mereka bangun bisa dipastikan kemerdekaan hanyalah cita-cita yang tak akan mungkin terwujudkan.

Putih berarti kesucian. Ya, bangsa ini merdeka pun berkat kesucian hati para pahlawan bangsa. Suci dalam kamus Bahasa Indonesia juga berarti bersih. Tanpa hati pahlawan yang bersih, kemungkinan bangsa ini agak sulit untuk meraih kemerdekaannya.

Tekat para pahlawan bangsa sungguh kuat, siasat yang mereka buat pun sangat tepat, perhitungan yang mereka lakukan pun sangat akurat, itulah tanda kerja keras mereka dalam berjuang untuk bangsanya. Dengan tekat, siasat dan, perhitungan yang disusun dengan sangat matang. Sehingga gelar kemerdekaan dapat mereka raih dan dapat mereka persembahkan untuk generasi-generasi setelahnya. Kita.

Memang sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk berterima kasih kepada para pahlawan bangsa, baik mereka yang mengabadi dalam buku sejarah bangsa maupun yang tak tercatat dalam buku-buku sejarah.

Selain menghormati jasa para pahlawan, jiwa kepahlawanan juga harus terpupuk dalam diri kita, mental pejuang seharusnya tertanam kokoh dalam tubuh kita dan semangat kerja keras Merah dan Putih harus selalu ada di dalam diri kita. Karena orang yang memiliki jiwa pahlawan, memiliki mental pejuang dan memiliki semangat kerja keras Merah dan Putih para pahlawan, adalah mereka yang akan meraih kesuksesan hakiki dan kemenangan sejati.

Bacalah ulang sekali lagi kalimat yang aku tampilkan di atas bahwa, “Setiap bangsa pasti punya pahlawan. Hanya mereka yang bisa menjiwai mental para pahlawannya yang akan meraih prestasi-prestasi gemilang”  Nah, itulah tugas penting bagi kita semua, harus dapat dan bahkan wajib untuk dapat selalu menjiwai mental para pahlawan demi kebahagiaan di masa depan dan agar selalu dapat meraih prestasi-prestasi gemilang.

Saudaraku setanah air setumpah darah Indonesia. inilah Sepucuk Surat Untuk Membela Indonesia di Tahun 2018 yang kutulis. Aku menulis surat ini untuk saling mengingatkan terutama bagi diriku sendiri. Kita adalah generasi-generasi bangsa yang dilahirkan dan dibesarkan di tanah tumpah darah Indonesia. Indonesia adalah bangsa kita. Indonesia adalah tanah mutiara di mana kita telah dilahirkan. Indonesia adalah putih tulang kita, merah darah kita. Indonesia adalah tempat kita bercita-cita dan membangun asa.

Yuk, mari menjiwai mental para pahlawan-pahlawan bangsa, membarakan semangat mereka di dalam diri kita. Mental pahlawan. Mental pemenang itu harus selalu ada. Bersainglah dengan siapapun dengan jiwa membara untuk menang. Keluarkan segala kemampuan terbaik yang kita miliki secara maksimal dan total. Sungguh, tidaklah begitu berarti sebuah keahlian yang kita miliki bila mental untuk menang selalu redup dan padam.

Sekali lagi kutuliskan sepucuk surat ini untuk pengingat kita bersama, bahwa untuk meraih prestasi-prestasi gemilang dan kemenangan sejati dalam sebuah kompetisi demi mengangkat derajat bangsa, kita harus menjiwai mental para pahlawan. Menjiwai semangat pahlawan Merah dan Putih. Merah dalam artian berani bekerja keras dan berani mengambil risiko untuk menjadi jauh lebih baik dari hari ke hari. Putih dalam artian senantiasa membersihkan hati dan ketulusan niat agar kesuksesan dalam hidup tidak hanya Tuhan ridhai tapi juga memberikan rasa kebahagiaan yang hakiki.

Saudaraku, bangsa ini memiliki ada banyak sekali teladan yang luar biasa. Indonesia memiliki pahlawan-pahlawan besar yang patut dibanggakan. Ir. Soekarno, Muhammad Hatta, Agus Salim, Mohammad Natsir, Muhammad Yamin, Tan Malak, Bung Tomo, Syeikh Yusuf Al-Maqasari, Buya Hamka, Sultan Agung, Ismail Marzuki, Ki Hajar Dewantara, Sultan Hasanuddin, Kapten Pattimura, Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Cuk Nyak Dien, Ibu Kartini, KH. Zainal Mustafa, Panglima Besar Jendral Sudirman dan lain sebagainya. Mereka adalah pahlawan-pahlawan besar yang luar biasa yang bisa menginspirasi bangsa Indonesia sepanjang masa.

Mereka adalah manusia-manusia titipan Tuhan, Pahlawan-Pahlawan Bangsa Indonesia, bukan hanya gelar kemerdekaan yang telah mereka berikan akan tetapi keteladanan luar biasa, perjuangan yang menakjubkan, keberanian yang mencengangkan telah mereka contohkan untuk kita. Maka, Saudaraku setanah air setumpah darah Indonesia, memang sangatlah wajib bagi kita semua untuk menghormati jasa-jasa mereka dan berterima kasih yang setinggi-tingginya kepada mereka. Buktikanlah rasa hormat dan terima kasih kita kepada mereka semua dengan selalu mendo’akannya, meneruskan cita-cita mereka yang mulia dan menanamkan semangat kepahlawanan mereka dalam diri kita.

 

#DukungBersama #EnergiAsia #BelaIndonesia

 

Sungai Guntung, 03 Desember 2017
Pemuda bermimpi berjaya, bangsanya berdaya dan dirinya dirindukan syurga
Agusman17An
Tak Berkategori

Jatuh Cinta Pada Membaca

  
Aku merasa sudah amat tertarik dengan buku-buku. Karenanya saat sendirian aku suka membaca buku. Kadang pergi ngantor pun aku berbekal buku, pergi jualan pun tak ketinggalan aku berbekal satu buku, dalam perjalanan ke sebuah tempat yang dituju pun kadang aku berbekal satu atau dua buku. Meskipun saat itu aku tak pernah tahu waktu itu aku dapat membaca buku yang kubawa itu iya atau tidak. Tapi tetap saja aku berbekal buku. Bila sempat, ya, Alhamdulillah. Bila tak sempat, ya, tak jadi masalah.

Aku menargetkan minimal setiap hari aku harus membaca buku, minimal 15 menit, ya lima belas menit saja, sekali lagi minimal. Di awal tahun 2017 lalu aku pun menargetkan untuk membaca minimal 40 buku, hal itu telah aku targetkan di akun Goodreadsku di awal tahun lalu. Dan, Alhamdulillah sampai hari ini target itu sudah tercapai bahkan hari ini aku sedang membaca ke buku 41 di tahun ini.

Sesekali aku suka mengulang membaca buku bila kutemui kalimat yang sulit kupahami atau ada kalimat yang menarik perhatianku. Terkadang adakalanya hanya dengan memejamkan mata, menghirup aroma kertasnya dan menyentuh halaman buku yang kupegang, aku sudah merasa amat sangat bahagia. Ya, teramat bahagia. Apalagi bila buku itu buku baru yang tak pernah kubaca sebelumnya.

Begitulah salah satu caraku berbahagia, mudah saja, cukup kuambil satu buku dan kubaca halaman demi halamannya. Maka, ada kebahagiaan yang aku rasakan. Ah, mungkin bagi kalian itu kedengaran sangat berlebihan, tapi bagi para pecinta buku hal itu memang benar-benar nyata dan sudah menjadi hal biasa.

Membaca buku itu memang seru. Namun bersiap-siaplah, ketika kau membaca buku saat itulah kau akan merasa bahwa betapa bodoh dan kurang tahunya dirimu. Tapi justru disitulah nikmatnya membaca buku karena ia memberikan kita pengetahuan baru, pengalaman yang seru juga memberikan kita tambahan kosa kata baru.

Jika pikiranmu sedang kacau maka aku sarankan untuk membaca buku karena sesuai hasil studi yang dilakukan David Luwis bahwa ternyata membaca buku dapat meredakan pikiranmu yang sedang kacau, bahkan membaca buku itu lebih ampuh untuk meredakan stress daripada mendengarkan musik. Tepatnya 68% banding 61%. Dari hasil penelitian itu dapat kita simpulkan bahwa membaca itu selain perintah Tuhan dan membahagiakan juga menyehatkan pelakunya. Di penelitian yang lain juga mengatakan kalau orang yang aktif membaca buku lebih kecil kemungkinan untuk menderita pikun. Jadi jangan malas untuk terus membaca buku, percayalah manfaatnya pasti banyak. Mungkin tidak serta merta kita terima manfaatnya tapi dihari-hari mendatang manfaatnya akan kau rasakan.

Lantas bagaimana kalau tiba-tiba rasa ingin membaca itu seakan-akan kian hari kian hilang? Nah kemarin, tepatnya beberapa bulan lalu, di salah satu foto yang kuunggah di IG temanku berkomentar, “Kemarin waktu SMA aku suka baca juga bang” tulisnya “Sekarang entah kenapa hobbi baca itu seakan-akan hilang” lanjutnya lagi “Biar tak hilang sama sekali, kasi tipslah Bang?” Tutupnya komentar tadi dengan kalimat tanya.

Mendapati komentar itu, aku berpikir sejenak untuk mencari kira-kira jawaban apa yang menurutku cocok untuk disampaikan. “Mudah saja” tulisku cepat pada komentar itu dengan bergaya sok tahu “Jadikan membaca sebagai kebutuhan bukan beban” tulisku semakin kelihatan sok bijak “Kadang memang harus dipaksakan dulu, tapi nanti kalau udah ketagihan, tak baca sehari serasa ada yang kurang” lanjutku masih pada komentar tadi.

“Untuk menarik minat baca itu kembali, ada tips dari Duta Baca Indonesia” usulku waktu itu “Kata Najwa Shihab ‘Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca, cari buku itu, mari jatuh cinta’. Nah, kurang lebih begitulah” tulisku menutup balasan komentarnya tadi.

Sepengalamanku begitulah, untuk jatuh cinta pada membaca. Ya, itu tadi, cari buku yang benar-benar kau sukai. Baca, cari lagi, baca lagi, cari lagi. Begitulah seterusnya. Carilah buku yang benar-benar dapat membawamu untuk dapat membuatmu jatuh cinta pada membaca. Bila telah kau temukan, maka bersiap-siaplah untuk jatuh cinta. Memang agak sulit, butuh proses dan perlu banyak waktu, tapi bila kau telah jatuh cinta pada membaca. Ah, membaca itu ternyata menyenangkan, memberikan kebahagiaan tersendiri. Dan, banyak pula manfaatnya, wawasan bertambah, banyak tahunya dan pikiran akan lebih terbuka.

Nah, buku apa yang sedang kau lahap hari ini, kawan? Kalau aku, hari ini masih menikmati karyanya Pak Ahmad Tohari yang berjudul “Ronggeng Dukuh Paruk” belum tuntas memang, baru separuh jalan.